BUNGA ANGGREK MALAM

Bookmark and Share

Pagi ini, anggrek bulan yang kutanam dalam pot mekar. Indah. Ia nyebul menantang langit di bawah rerimbunan pohon mangga yang juga mulai berbunga. Warna putihnya menonjol dan menyebul dari hijaunya daun dan batang. Aku hampir saja tak hirau dengan anggrek bulan itu, apalagi tiga hari ini aku nyaris mengurung diri dalam kamar.
Aku malas mendekati bunga anggrek bulan itu. Biasanya saat mengembang aku buru-buru membawa ia ke dalam kamarku. Tapi saat ini, aku tidak ada semangat membawanya, apalagi memandangnya. Hatiku ngilu bila melihatnya, ingat seseorang yang memberi bibit bunga itu. Tepatnya setahun yang lalu, waktu itu kita satu kampus di Universitas Merdeka Madiun.

Aku dekati ia. Kutatap dalam-dalam, lalu kubersihkan batangnya pelan-pelan. Lama-lama jemariku yang tak lentik membelainya. Lalu kuambil dan kupindahkan anggrek bulan itu ke dalam rumah. Kutaruh di ruang tamu, tak lama kemudian kupindahkan ke dalam kamar tidurku. Kutaruh di atas meja dekat ranjangku yang tidak begitu besar. Dengan sangat pelan-pelan aku taruh, seakan tidak ingin pot itu terbentur meja.
Hari ini aku begitu perhatian pada anggrek bulan ini. Sudah beberapa kali berbunga aku cuekin, kubiarkan di halaman, biar semua orang tahu kalau ia yang menjadikan hatiku terluka. Aku biarkan di luar, supaya semua orang menikmatinya, biar semua orang bisa menatap leluasa sambil tersenyum sinis. Saat pertama ia ada dalam kehidupanku, semua keluarga berdecak kagum melihat bunga itu, terutama pada orang yang memberi bibit.
Kali ini aku agak terenyuh melihat bunga itu mulai mekar. Aku ingin menikmati sendiri anggrek bulan yang tengah mekar itu dalam kamar tidurku. Aku tidak ingin orang lain ikut menikmati keindahan anggrek bulanku ini. Aku jadi ingat dia. Wanita yang telah mencuri hatiku setahun silam. Dia banyak mengajakku mengukir kenangan indah. Diah Pitaloka, namanya. Perempuan sederhana yang selalu menjadi bunga tidur tiap malam tiba.
Wajahnya bulat seperti bulan purnama, saat tersenyum sangat manis, memperlihatkan gigi-giginya yang rapi dan putih. Kulitnya kuning langsat sangat serasi dengan postur tubuhnya yang tinggi berisi padat. Diah, nama yang selalu mendengung di telingaku setiap saat. Aku semakin merindukan kembali ke masa-masa lalu saat masih sejalan. Karena prinsip yang berbeda semua menjadi hancur, seakan kenangan manis bersamanya lenyap ditelan sifat ego masing-masing. Hingga masalah beku.
Melihat bunga anggrek bulan, anganku melayang jauh dan berandai-andai. Seberapa indahkah jika anggrek bulan itu kupetik kemudian kusuntingkan di rambutnya yang panjang. Seberapa asrikah anggrek bulan itu jika kusematkan di bajunya. Akankah pesona anggrek bulanku itu akan menambah keanggunannya jika ia berada di sisiku. Getaran-getaran cinta lama pergi dan tak mungkin kembali. Impian yang pernah kita lukis dengan kanvas di atas kertas kehidupan luntur tak berwarna.
Semua menjadi dilema dalam hidupku. Rasa benci pada bunga anggrek timbul bersamaan kepergiannya. Meskipun hati tidak dapat dibohongi kalau sebenarnya sulit membuang rasa cinta ini. Cinta itu seakan merekat di dinding-dinding hati paling dalam. Bayangan wajahnya selalu datang membayangi tiap denyut nadiku. Senyumnya selalu hadir dalam sinarnya pagi menerobos dari celah-celah jendela rumah memberi penerangan.
Bunga anggrek itu sangat istimewa bagiku. Tidak ada barang apapun yang dapat menggantikan kedudukannya di hatiku. Dia akan selalu mengihasi kamar tidurku, memberi semangat hidupku. Tidak akan aku ijinkan hewan apapun menyentuhnya atau menyakiti sedikitpun. Setiap desah nafas pandanganku selalu kearah bunga anggrek bulan. Hari-hariku semakin semangat bila melihat bunga anggrek itu mulai menyepulkan harumnya. Kini semua tinggal kenangan.
Melihat bunga itu kini hati terasa tersayat sembilu. Kesedihan menguasai jiwaku, kian hari tidak ada semangat untuk memijakkan kaki. Semua sia-sia, tidak ada sisa kebahagian menyelip dalam pikiranku yang kian sibuk dengan dunia. Cinta itu kini pergi bersama kehidupannya, dia pergi tanpa pesan kata terlukis dalam kertas burampun. Kenyataan pahit melahap impian yang kita renda dengan kasih sayang.
Bunga itu membuatku teringat kembali bayangan indah yang lama diam. Dia datang dengan tanggan menggenggam sekantong pupuk dan benih bunga anggrek. Dengan tangannya yang lentik dia menanamnya di pot kosong yang berjejer rapi dihalaman depan. Penuh sabar mencampurkan antara pupuk dan tanah yang sudah diberi sedikit air. Dan benih bunga anggrek ditaburkan tipis diatas tanah. Seperti saat pertama kali dia menebarkan benih-benih cinta dalam hatiku, hingga bermekar seiring tumbuhnya bibit bunga anggrek.
Semakin hari rajutan sejuta benang cinta telah menyatu menjadi satu. Rasa rindu kian menyerbu bagai ombak laut siap memangsa pasir di pinggir. Perasaanku kian cemas, takut kehilangan senyumnya yang manis seperti anggur diatas cawan. Hari-hariku kian semangat menapaki kehidupan, hanya karena janji hidup bersama mengarungi samudra.
Dunia seakan milik berdua. Jiwaku semakin dikuasai kasih sayangnya. Memberikan getaran-getaran cinta menyatu dalam hati. Kini, hati dan jiwaku seakan dalam genggaman tangannya. Aku kian lumpuh, tanpa daya karena pesona wajahnya selalu menjadi dilema bayangan tiap mimpiku. Hatiku telah menjadi budak cintanya, semua desah nafasku menyatu dengan desah nafasnya.
Aku masih ingat semua. Ingat ukiran cinta yang kita pahat bersama diatas sebatang pohon menjulang tinggi mendekati langit biru. Tetapi kini langit itu tidak biru lagi, langit itu hitam kelam tanpa ada setitik cahaya sudi memberi penerangan. Kini hatiku hancur berkeping-keping, berserakan tanpa arah. Lalu kemana larinya? Tentu tempat sampah yang akan setia menjadi penghuninya. Kecoa-kecoa siap menjadi teman setia, hingga kian lama menebarkan bau busuk.
Ia telah pergi bersama kumbang berdasi. Tinggalkan aku yang hanya seorang gembel. Gembel yang hanya bisa mengawinkan kata-kata demi sesuap nasi. Semua sudah tamat. Ya… semua sudah berakhir. Berakhir dengan tawa, tawa yang setia menjadi penghuni kamar-kamar penuh dengan desah nafsu. Kini tinggallah keeping-keping hati yang dapat memandangnya dari jauh. Jauh sekali. Karena ia sudah menjadi bunga anggrek bulan malam. Yang selalu bersama orang-orang berdasi dalam ruang kecil dan pengap desah birahi.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar