Pengenalan matematika tidak hanya di bangku sekolah saja akan tetapi bisa dikenalkan pada usia batita dirumah..bahkan kita hidup tidak lepas dari matematika..seperti Di dapur, di kamar tidur, di mana saja si kecil bisa belajar matematika.
Pengenalan konsep matematika sejak batita diyakini akan membantu memperkuat intelektualitas anak di bangku sekolah. Asal tahu saja, kemampuan menyerap pembelajaran matematika pada siswa SD terbukti tidak hanya ditentukan oleh tingkat kecerdasan anak, melainkan juga pengalamannya selama era prasekolah.
LOGIKA KESEHARIAN
* Bentuk dan perbedaan
Pengenalan matematika pada batita hendaknya lebih menekankan pada pengenalan logika yang menunjukkan bentuk dan perbedaan. Contohnya pengenalan bentuk lingkaran, bola, segitiga, bujur sangkar, persegi panjang, kubus, balok dan silinder.
Alangkah baiknya jika aneka benda dalam berbagai bentuk tadi memiliki beragam warna serta dapat mengeluarkan bunyi-bunyian. Jadi selain dapat melihat dan meraba bentuknya, benda-benda tadi juga bisa digunakan untuk menstimulasi indra pendengaran si kecil.
Pengenalan yang paling sederhana dapat dilakukan dengan senantiasa menciptakan "lingkungan matematika" di rumah. Misalnya, ayah dan ibu tidak lupa menyertakan bentuk benda yang dipegang si kecil. "Yuk kita makan dengan piring bundar dan minum dari gelas silinder ini." Boleh jadi selama ini bapak dan ibu sudah melakukannya, tapi tak menyadari kalau yang dilakukan sebenarnya bernuansa matematika. Contoh lagi, "Ayo Dek, susunya dihabiskan dong. Masih separuh lagi, Sayang. Anak pintar kan minum susunya habis satu gelas." Pembiasaan-pembiasaan ini hendaknya dilanjutkan agar anak terlatih melek matematika.
* Mendongeng atau bercerita
Matematika bisa diselipkan ketika ayah/ibu sedang mendongeng kepada si kecil. Saat bercerita tentang induk ayam yang sedang bertelur, contohnya, sampaikan berapa jumlah telur yang ada, apa bentuk telur dan sebagainya. Lama-kelamaan batita akan mengerti mengenai konsep jumlah dan bentuk. Terutama bila orangtua bisa kreatif mendongeng berbagai cerita yang selalu mengaitkan dengan konsep matematika seperti aneka bentuk, pengurangan dan penjumlahan sederhana, serta perbandingan. Jangan lupa, kala bercerita tunjukkan ekspresi dan suara penuh penjiwaan sehingga anak merasa tertarik.
* Menunjukkan bentuk benda apa saja
Mengenalkan konsep matematika tak melulu harus menggunakan peraga dari balok kayu. Bisa juga dengan buah yang berbentuk bulat dari pohon atau kantong belanjaan. Atau bisa juga dengan memanfaatkan benda/perkakas apa saja yang ada di rumah. Misalnya kotak perhiasaan ibu yang berbentuk kubus, atau piring makan yang berbentuk bundar. Pendek kata, segala sesuatu yang mengarahkan asosiasi anak pada konsep matematika hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin. Menunjukkan penjumlahan dan pengurangan pun dapat dilakukan dengan memperlihatkan benda secara langsung.
* Mengenalkan pada konsep angka
Bukan sekadar lewat hapalan 1 sampai 10 ataupun pengurangan dan penjumlahan rumit. Melainkan lakukan dalam hal-hal sederhana yang konkret, semisal nomor-nomor di pesawat telepon. "Dek, mama mau telepon Eyang nih. Adek yang pencetin nomornya ya," sambil menyodorkan secarik kertas yang memuat angka-angka yang ditulis dalam ukuran cukup besar.
* Memasak di dapur
Memasak sebetulnya merupakan aktivitas yang sarat matematika karena berkaitan dengan kemampuan mengatur porsi, menakar, mengukur, dan menentukan waktu. Meski si batita belum mengerti sepenuhnya mengenai satuan ukuran dalam timbangan dan gelas ukur, kenalkan saja.
Ketika membuat jus jambu, misalnya, katakan dengan suara cukup lantang, "Yuk kita masukkan sebuah jambu yang sudah dipotong jadi empat bagian ini. Tambahkan gula pasir dua sendok makan dan setengah gelas air putih." Dengan cara ini, si kecil mulai memasukkan konsep-konsep angka dalam kepalanya.
Bila ia ngotot ingin membantu ibu membuat kue, beri kesempatan kepadanya untuk membantu menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan. "Adek masukkan tepung 200 gram. Nah, sekarang lihat jarum timbangannya bergerak sampai di angka dua ratus." Harap dicatat, si batita tentu belum tahu berapa ukuran 200 gram itu. Tapi dengan pembelajaran secara langsung ia mulai mempelajari simbol-simbolnya. Bukankah angka berkaitan dengan simbol?
* Membandingkan ukuran
Pembelajaran yang satu ini pun bisa dilakukan di mana saja. Ketika di meja tergeletak 2 pensil yang berbeda ukuran, Anda bisa menanyakan, "Dek, mana ya pensil yang lebih panjang dan mana ya yang lebih pendek?" Atau ketika sedang menyaksikan tayangan kartun, pancing anak dengan pertanyaan mengenai siapa yang badannya lebih besar, apakah Tom si kucing dan Jerry si tikus. Atau ketika ibu menenteng dua tas sepulang belanja, tanyakan "Menurut Adek, mana ya tas yang lebih berat?"
Sebenarnya di saat melakukan berbagai aktivitas di atas, orangtua sudah mengajarkan pada anak batitanya konsep panjang, berat dan sejenisnya meski masih pada tataran sederhana. Ini berarti fungsi kecerdasan matematika mendapat stimulasi lewat cara-cara sederhana.
Pengenalan konsep matematika sejak batita diyakini akan membantu memperkuat intelektualitas anak di bangku sekolah. Asal tahu saja, kemampuan menyerap pembelajaran matematika pada siswa SD terbukti tidak hanya ditentukan oleh tingkat kecerdasan anak, melainkan juga pengalamannya selama era prasekolah.
LOGIKA KESEHARIAN
* Bentuk dan perbedaan
Pengenalan matematika pada batita hendaknya lebih menekankan pada pengenalan logika yang menunjukkan bentuk dan perbedaan. Contohnya pengenalan bentuk lingkaran, bola, segitiga, bujur sangkar, persegi panjang, kubus, balok dan silinder.
Alangkah baiknya jika aneka benda dalam berbagai bentuk tadi memiliki beragam warna serta dapat mengeluarkan bunyi-bunyian. Jadi selain dapat melihat dan meraba bentuknya, benda-benda tadi juga bisa digunakan untuk menstimulasi indra pendengaran si kecil.
Pengenalan yang paling sederhana dapat dilakukan dengan senantiasa menciptakan "lingkungan matematika" di rumah. Misalnya, ayah dan ibu tidak lupa menyertakan bentuk benda yang dipegang si kecil. "Yuk kita makan dengan piring bundar dan minum dari gelas silinder ini." Boleh jadi selama ini bapak dan ibu sudah melakukannya, tapi tak menyadari kalau yang dilakukan sebenarnya bernuansa matematika. Contoh lagi, "Ayo Dek, susunya dihabiskan dong. Masih separuh lagi, Sayang. Anak pintar kan minum susunya habis satu gelas." Pembiasaan-pembiasaan ini hendaknya dilanjutkan agar anak terlatih melek matematika.
* Mendongeng atau bercerita
Matematika bisa diselipkan ketika ayah/ibu sedang mendongeng kepada si kecil. Saat bercerita tentang induk ayam yang sedang bertelur, contohnya, sampaikan berapa jumlah telur yang ada, apa bentuk telur dan sebagainya. Lama-kelamaan batita akan mengerti mengenai konsep jumlah dan bentuk. Terutama bila orangtua bisa kreatif mendongeng berbagai cerita yang selalu mengaitkan dengan konsep matematika seperti aneka bentuk, pengurangan dan penjumlahan sederhana, serta perbandingan. Jangan lupa, kala bercerita tunjukkan ekspresi dan suara penuh penjiwaan sehingga anak merasa tertarik.
* Menunjukkan bentuk benda apa saja
Mengenalkan konsep matematika tak melulu harus menggunakan peraga dari balok kayu. Bisa juga dengan buah yang berbentuk bulat dari pohon atau kantong belanjaan. Atau bisa juga dengan memanfaatkan benda/perkakas apa saja yang ada di rumah. Misalnya kotak perhiasaan ibu yang berbentuk kubus, atau piring makan yang berbentuk bundar. Pendek kata, segala sesuatu yang mengarahkan asosiasi anak pada konsep matematika hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin. Menunjukkan penjumlahan dan pengurangan pun dapat dilakukan dengan memperlihatkan benda secara langsung.
* Mengenalkan pada konsep angka
Bukan sekadar lewat hapalan 1 sampai 10 ataupun pengurangan dan penjumlahan rumit. Melainkan lakukan dalam hal-hal sederhana yang konkret, semisal nomor-nomor di pesawat telepon. "Dek, mama mau telepon Eyang nih. Adek yang pencetin nomornya ya," sambil menyodorkan secarik kertas yang memuat angka-angka yang ditulis dalam ukuran cukup besar.
* Memasak di dapur
Memasak sebetulnya merupakan aktivitas yang sarat matematika karena berkaitan dengan kemampuan mengatur porsi, menakar, mengukur, dan menentukan waktu. Meski si batita belum mengerti sepenuhnya mengenai satuan ukuran dalam timbangan dan gelas ukur, kenalkan saja.
Ketika membuat jus jambu, misalnya, katakan dengan suara cukup lantang, "Yuk kita masukkan sebuah jambu yang sudah dipotong jadi empat bagian ini. Tambahkan gula pasir dua sendok makan dan setengah gelas air putih." Dengan cara ini, si kecil mulai memasukkan konsep-konsep angka dalam kepalanya.
Bila ia ngotot ingin membantu ibu membuat kue, beri kesempatan kepadanya untuk membantu menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan. "Adek masukkan tepung 200 gram. Nah, sekarang lihat jarum timbangannya bergerak sampai di angka dua ratus." Harap dicatat, si batita tentu belum tahu berapa ukuran 200 gram itu. Tapi dengan pembelajaran secara langsung ia mulai mempelajari simbol-simbolnya. Bukankah angka berkaitan dengan simbol?
* Membandingkan ukuran
Pembelajaran yang satu ini pun bisa dilakukan di mana saja. Ketika di meja tergeletak 2 pensil yang berbeda ukuran, Anda bisa menanyakan, "Dek, mana ya pensil yang lebih panjang dan mana ya yang lebih pendek?" Atau ketika sedang menyaksikan tayangan kartun, pancing anak dengan pertanyaan mengenai siapa yang badannya lebih besar, apakah Tom si kucing dan Jerry si tikus. Atau ketika ibu menenteng dua tas sepulang belanja, tanyakan "Menurut Adek, mana ya tas yang lebih berat?"
Sebenarnya di saat melakukan berbagai aktivitas di atas, orangtua sudah mengajarkan pada anak batitanya konsep panjang, berat dan sejenisnya meski masih pada tataran sederhana. Ini berarti fungsi kecerdasan matematika mendapat stimulasi lewat cara-cara sederhana.
AGAR MENYENANGKAN
- Sampaikan dengan cara menyenangkan dan kreatif, di antaranya lewat beragam permainan dan kegiatan di rumah.
- Bersikaplah sabar dan telaten, tidak memaksa
- Mulailah saat si kecil relaks kapan dan di mana saja. Namun, gantilah segera topiknya kalau si kecil mulai bosan dengan obrolan matematika. Mungkin ia sedang ingin belajar yang lain atau bermanja-manja
- Perhatikan faktor keamanan. Alat peraga seperti gelas kaca berbentuk silinder memang contoh yang baik, tapi bisa berbahaya. Kalau jatuh dan pecahan kacanya mengenai si kecil bisa-bisa ia mengalami trauma.
- Perbanyak referensi mengenai matematika untuk usia dini
- Reward dan punishment sebaiknya tidak diterapkan di usia batita karena tujuan pengenalan matematika pada batita bukanlah untuk mengetesnya mampu berhitung atau tidak.
sumber dari nakitaonline
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar