CINTA YANG TERTUNDA

Bookmark and Share

Tin, menjenguk Ayah, yuk! Beberapa hari tidak ketemu Bapak rasanya kangen.” Kata Yayuk teman sekelasku.
Yayuk teman sekolahku mulai kelas satu sampai kelas tiga STM. Ia dengan ayahku sangat akrab seperti anak sendiri. Setiap main bareng ketempat ayahku, Yayuk selalu didahulukan. Kadang ada rasa cemburu dan mangkel bila melihat keakraban mereka. Sampai-sampai aku pernah tanya pada ayah langsung soal sikapnya yang berlebihan terhadap Yayuk.
Dalam kehidupan sehari-hari aku dan bapak jarang ngobrol. Apalagi sampai canda kayak dilakukan Yayuk dengan bapaknya. Selain bapak pendiam, dia juga lebih cenderung suka membaca dan membuat tulisan sebuah lakon kesenian kebudayaan ketoprak. Komunikasi sesuatu hal yang asing buat kita berdua.
Kebiasaan buruk bapak, semakin membentangkan kita. Aku dan bapak semakin jauh, kalau dikatakan benci tidak. Tetapi memang bapak tipe laki-laki pendiam tidak banyak bicara. Tetapi disaat mabuk minuman keras, hmmm… betah seharian suntuk ngoceh sendiri. Tidak hanya itu, disaat bapak mabuk yang menjadi sasaran utama jadi bahan ocehannya tentunya diriku. Kalau tidak itu, dia akan ngoceh semua keluh kesahnya tentang saudaranya.
Disaat mabuk bertengkar dengan aku itu hal yang tidak asing bagi masyarakat sekitar rumah nenek. Itu terjadi tidak siang dan malam, kadang saat aku mendengar bapak pulang keadaan mabuk aku segera sembunyi tidur di kamar nenek. Nah… baru aman, karena bapak tidak akan berani membangunkan diriku. Tetapi kalau ngocehnya tetap aktif, hingga dia akan tertidur sendiri.
“Heran, kan? Tetapi ini kenyataan, lho. Tetangga di sekitar rumah nenek yang ditempati ayahku sudah hapal dan kadang sudah bosan melihat aku dan ayah kejar-kejaran, kadang saling bentak. Tetapi itu terjadi bila saat ayahku dalam keadaan mabuk. Ini kebiasaan buruk ayahku yang paling aku benci. Pokoknya aku sebel kalau saat main ke rumah nenek melihat ayahku mabuk.
Sejak aku di bangku SMP memilih hidup pisah dengan bapak. Aku memilih tinggal bersama tante, sedangkan ayah tinggal di rumah nenek. Memang tidak jauh sih kalau naik sepeda paling lima belas menit sudah sampai. Tetapi ayahku bila sedang mabuk takut datang ke rumah tante, jadi aku bisa belajar dengan tenang. Seminggu sekali kadang dua kali aku selalu datang menjenguk ayah dan nenek.
Ayahku sering membuat ibuku menangis dan malu. Setiap mabuk yang menjadi sasaran ibu dan peralatan rumah tangga hancur. Bapak marah itu dilakukan disaat mabuk, tetapi di saat bapak normal atau tidak mabuk tidak banyak bicara. Keseharian selalu baca buku atau mancing ikan di sungai. Ayah tipe laki-laki yang sederhana dan menerima apa adanya. Tetapi sejak keluar pekerjaan, bapak setiap hari pekerjaannya mabuk-mabukan.
Aku sangat menyayanginya, meskipun dia sering mabuk. Kebiasaan bapak itu sejak saya masih kecil. Maka tidak heran kalau ibuku tidak betah bersama bapak. Saat aku masih usia lima tahun ibu dan bapak bercerai, alasannya ibu tidak kuat dengan sikap bapak yang suka mabuk dan marah-marah tanpa alasan. Setelah pisah dengan ibu, bapak agak berkurang mabuk tetapi saat mabuk sasaran utama ke saya.
Di usiaku yang semakin dewasa, kadang ada rasa malu mempunyai bapak yang sering mabuk. Tetapi karena aku sudah terbiasa sejak kecil, lambat laun tidak mempengaruhi pergaulanku dengan teman. Bagaimanapun dia, dia tetap bapakku dan tanpa bapak tentunya tidak ada aku di muka bumi ini. Karena aku memandang bapak tidak saat mabuk, tetapi di saat tidak mabuk.
Alasannya, karena saat bapak tidak mabuk, hatinya sangat mulia sekali. Bapak orangnya baik terhadap siapapun, bahkan suka menolong tanpa minta imbalan. Cuma di saat mabuk saja suka teriak-teriak memanggil namaku, tidak memandang siang atau malam. Sehingga membuat tetangga merasa terganggu dengan kebiasaannya.
Kebiasaan bapak duduk di teras rumah sambil membaca koran atau jayabaya, aku kadang terenyuh. Ingin lari mendekap hanya ingin mengucapkan sayang atau terima kasih padanya. Tetapi bibir ini terasa kelu, dan malu mengucapkan kata-kata itu. Betapa besar rasa sayangnya bapak padaku, saat dulu rambutku masih banyak kutu dengan sabar bapak mengambil kutu itu.
Yang paling tidak dapat aku lupakan, di saat aku sakit panas berkepanjangan hingga tidak dapat sekolah selama beberapa bulan. Bahkan saat itu ulangan kenaikan kelas, aku tidak dapat ikut akhirnya tidak dapat naik keas. Bapak dengan sabar merawatku, mencarikan kyai yang dapat menyembuhkan. Karena saat itu di bawah ke rumah sakit nihil, panas yang menyerangku tidak dapat sembuh.
Meskipun usiaku semakin besar, disaat pulang sekolah malas makan bapak dengan sabar akan menyuapi aku. Bapak selalu bersikap bijak bila melihat aku melakukan kesalahan dalam bersikap. Biasanya bapak hanya memperhatikan saja tanpa ada teguran kata-kata. Seperti saat aku suka ikut latihan bela diri yang harus pulang tengah malam, biasanya bapak akan selalu menunggu pulangku tanpa marah Cuma di pandang saja.
Sekarang semua itu tinggal kenangan. Kini bapak sudah pergi sejak aku masih di bangku sekolah STM. Sampai sekarang kepergian bapak menghadap Illahi seperti mimpi. Aku merasakan bapak masih hidup, yah dia masih hidup selalu memantau kemana aku pergi, bahkan aku sangat merasakan kalau bapak masih melindungiku.
Bapak di panggil menghadap Sang Illahi tepatnya pada tahun 1995. Saat itu, aku sekolahku masuk siang dan pelajaran olah raga pagi. Tepat hari kami sepulang dari pelajaran olah raga, temanku Yayuk mengajak aku menjenguk bapak di rumah nenek. Tetapi karena hari minggu bapak sudah menjengukku, aku menolak. Akhirnya, Yayuk sendirian datang sambil membawa makanan kesukaan bapak. Entah, kenapa aku menolak ajakan Yayuk, biasanya tidak pernah menolak. Begitu juga temanku seakan sudah ada firasat akan kehilangan bapakku sehingga tetap datang tanpa aku.
Pagi itu, kakak bapakku kecelakaan, bahkan bapak sempat menjenguknya. Sore hari, setelah menjenguk kakaknya di rumah sakit bapak langsung mandi dan tiduran di kamar. Sebelum magrib, Bulek Tun istri adik bapak mengantar mie goring buat nenek dan bapak. Kebetulan Palek Tomo adik laki-laki bapak paling kecil juga ada. Maka, Palek Tomo berniat ingin membangunkannya, tetapi setelah di jenguk di kamar bapak sudah tidak ada dengan keadaan tidur miring dan rokok masih terselip di tangannya.
Malam itu juga, Palek Tomo meneleponku mengabarkan keadaan bapak. Bagai godam menghantam dadaku saat sampai rumah nenek, banyak tetangga yang datang. Begitu juga bendera putih tanda kematian sudah dipasang dekat jalan masuk gang rumah. Tangisku membuncah melihat tubuh bapak terbujur kaku dengan ditutup jarik di ruang dalam. Hanya tangis dan pingan yang terjadi padaku. Bahkan memandikanpun aku tidak dapat melakukan karena selalu pingsan.
Maka, sampai sekarang aku merasakan kalau bapak masih hidup. Sebab, detik-detik kematiannya aku tidak ada kesempatan melihat wajahnya yang terakhir kalinya. Rasa menyesal itu tetap ada padaku bila teringat masa-masa bapak masih hidup. Belum sempat aku membalas kebaikan atau kasih sayang bapak yang tercurah padaku selama masih ada. Tetapi Allah sudah berhendak lain.
Kini hanya doa yang dapat aku berikan bapak tercinta. Bagaimanapun bapak seorang pahlawanku, bapak sudah berjasa besar karena membesarkanku seorang diri. Peran sebagai bapak dan ibu diambil alih, meskipun mempunyai kebiasaan buruk. Setelah bapak tidak ada, baru aku merasa kehilangan dan sepi. Kadang rasa kangen timbul begitu saja, dan air mata yang dapat mengobatinya.
Aku sangat menyesal belum sempat mengucapkan bahwa aku sangat dan sangat menyayanginya meskipun aku lebih suka memilih tinggal bersama tente. Dan aku belum sempat membahagiankan bapak dengan hasil jerih payahku. Tetapi meskipun aku sangat sayang terhadap bapak, aku juga tetap sayang terhadap ibu yang telah melahirkanku.
Aku tahu alasana ibu tega meninggalkanku sejak kecil, pernah menjenguk itupun hanya sekali saja. Aku tahu tidak bermaksud ibu tega terhadapku tetapi memang sudah menjadi keputusan kedua orang tuaku bahwa setelah perceraian aku harus tetap ikut di keluarga bapak.
Sekarang hanya doa yang dapat aku persembahkan buat bapak. Dan sebagai gantinya aku berbakti pada ibu yang sekarang masih ada bersamaku. Siapapun mereka, mereka sangat berjasa buatku karena tanpa ibu dan bapak, aku tidak akan dapat merasakan hembusan hiruk biduk isi dunia. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kedua orang tuaku. Amin….
Central – Hongkong 9 septm 08


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar