Saya pernah mendengar sebuah kasus, seorang siswi SD bunuh diri gara-gara tidak lulus ujian. Karena merasa malu, dia pun memilih mengakhiri hidupnya. Itu hanyalah sebuah kasus
yang menggambarkan betapa rentannya anak-anak, apalagi di saat mereka harus menanggung sebuah kegagalan. Tentu kita juga tidak mau bila hal itu terjadi pada buah hati kita. Apa saja kiat-kita yang bisa kita lakukan agar anak bisa menerima sebuah kegagalan dengan lapang dada?
1. Jangan menuntut terlalu tinggi
Saya pernah menjumpai seorang anak didik saya, kelas 2 SD, terlihat begitu sedih. Saat saya tanya sebabnya, dia menjawab kalau dia pasti akan dimarahi mama gara-gara mendapat nilai 88. Mama anak didik saya menuntut sang anak agar tidak mendapatkan nilai kurang dari 90. Padahal saya tahu kalau anak didik saya tersebut tergolong anak yang pandai. Sebagai orang tua, kita jangan terlalu memberikan tuntutan yang terlalu tinggi. Karena hal itu malah akan bisa membebani sang anak. Bayangkan saja bila saat ujian dia tidak bisa menjawab beberapa nomor yang kebetulan memang susah. Dan karena saking stress dan takut tidak bisa mendapat nilai yang baik, dia menjadi lupa pada pelajaran yang telah dia pelajari.
2. Pujilah usahanya, bukan (hanya) hasilnya
Agar hal itu tidak terjadi, akan lebih baik bagi kita untuk tidak berorientasi pada hasil dalam menilai anak. Misalnya anak dapet nilai buruk, padahal sudah berusaha keras. Tapi sang anak tetep kita marahi dan kita hukum. Bila kita sudah tahu kalau anak sudah belajar dengan giat, sebaiknya tetap kita puji. Kita puji usaha kerasnya, bukan hanya hasilnya. Karena bila kita hanya memuji hasil, sang anak akan mudah nge-drop saat mendapat nilai buruk. Namun bila kita memuji proses, sang anak tetap akan giat belajar, meski mendapat nilai yang kurang memuaskan. Memuji dan memberi semangat harus kita lakukan secara intens, terutama saat kita melihat sang buah hati sedang giat belajar. Hal ini akan semakin memacu anak untuk terus giat belajar.
3. Mengevaulasi Anak
Mendapatkan nilai yang kurang memuaskan bisa terjadi pada buah hati anda. Dan bila hal itu benar-benar terjadi, jangan cepat naik darah dan menyalahkan sang anak secara sepihak. Akan lebih baik bila kita mengevaulasi sebab-sebab sang buah hati mendapat nilai yang kurang baik. Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan anak mendapatkan nilai yang kurang baik, misalnya kondisi badan tidak fit, terlalu banyak beban yang tidak seharusnya dia pikirkan (missal: maslaah keluarga), kurang hiburan (belajar melulu), kurang perhatian dari orang tua, dan masih banyak lagi. Kita jangan langsung menghakimi anak dengan mengecap anak “malas belajar” atau “kurang pinter”. Dan bila kita benar-benar yakin bila sang anak memang malas belajar, kita bisa “sedikit” memarahi anak, dan memberikan konsekuensi-konsekuensi yang positif. Misalnya tidak boleh nonton TV selama beberapa hari, dikurangi uang jajannya, dll.
4. Mengevaulasi Diri Sendiri
Yang namanya anak-anak tentu belum bisa berdiri sendiri. Mereka sangat membutuhkan dukungan dan bimbingan dari orang yang lebih dewasa, terutama orang tua. Bila buah hati kita mengalami kegagalan, marilah kita mencoba untuk mengevaulasi diri kita sendiri. Mengevaulasi diri sendiri di sini bukanlah menyalahkan diri sendiri dan memvonis diri “nggak becus mendidik anak”. Mengevaulasi diri sendiri di sini lebih pada hal-hal yang berasal dari diri kita dan mengakibatkan anak menjadi gagal. Contoh-contohnya sudah saya sebutkan pada poin yang ke tiga. Setelah mengevaulasi diri, tentu saja perubahan pada diri sendiri sangat diperlukan. Misalnya dengan cara semakin memberikan perhatian pada anak, menemani anak saat liburan, dll.
5. Landasan Moral dan Spiritual Yang Kokoh
Menanamkan pada diri anak nilai-nilai kebaikan dan agama sangatlah penting. Hal itu akan membuat anak mengerti arti sebuah kegagalan. Misalnya, memperkenalkan pada anak tentang kisah hidup orang-orang berhasil yang pernah gagal, mengatakan pada anak bahwa setiap manusia pernah gagal, mengajari anak arti lapang dada dan ketabahan, mengajarkan pada anak bahwa kita bukanlah apa-apa tanpa pertolongan Tuhan, mendidik anak untuk rajin berdoa sebelum melakukan aktivitas,dll. Hal ini sebenarnya poin yang paling penting. Dan bila saya menjabarkannya akan terlalu panjang. Karena ajaran-ajaran yang baik pasti banyak terdapat di dalam kitab suci semua agama.
Sebagai kesimpulan saya akan memberikan anda sebuah ilustrasi. Seorang ayah memiliki seorang anak. Sang ayah mencoba mengikutkan anaknya mengikuti sebuah lomba renang. Sebelum lomba dinlai, sang ayah mengajak anaknya berdoa.
Singkat cerita, dalam perlombaan tersebut, sang anak tidak menjadi pemenang atau kalah. Saat tahu anaknya terlihat sedih, sang ayah tersenyum pada sang anak, lalu memeluknya. Sang ayah lalu mengatakan, “Ayah tahu, kau sudah berusaha dengan keras. Yang penting, tetaplah belajar dan berlatih dengan giat. Ayah yakin, satu saat kau pasti bisa menjadi pemenang.” Sang anak yang tadinya terlihat sedih pun langsung tersenyum, seakan-akan menerima sebuah berkat dari “doa” yang diucapkan sang ayah.
Setelah kejadian itu, sang ayah semakin gigih dalam mensuport sang anak. Bahkan sang ayah rela menemani anak berenang agar bisa lebih intens melatihnya. Bukan untuk semata-mata untuk menjadi pemenang, namun menjadi anak yang giat berlatih dan pantang menyerah.
Silakan Mempublikasikan Karya-karya Saya dengan mencantumkan: Karya Kak Zepe, lagu2anak.blogspot.com
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar