"Beda jauh, dulu gempa terjadi di pertemuan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, sekarang terjadi di lempeng Indo-Australia, atau sekitar 175 km lebih ke selatan," kata Pakar Tsunami, Doktor Subandono Diposaptono, di Jakarta, Rabu (11/4) malam.
Dengan demikian gempa Aceh yang terjadi kali ini merupakan gempa intraplate, bukan interplate seperti gempa Aceh berkekuatan 9,1 SR pada 26 Desember 2004. Gempa intraplate tidak menyebabkan tsunami yang besar seperti halnya gempa interplate yang berada di zona subduksi.
"Gempa Aceh 2004 menyebabkan tepian dari lempeng Indo-Australia melenting ke atas sepanjang 1.300 kilometer tegak lurus zone penunjaman tempat lempeng Samudra Hindia menyusup di bawah lempeng Eurasia (megathrust), dari mulai Simeuleu sampai Andaman dan membuat air laut surut dan kemudian menghempas ke daratan," katanya.
Sedangkan gempa kali ini hanya menyebabkan gerakan mendatar yang menyebabkan getaran dan riak gelombang di lautan. Kalaupun ada tsunami paling-paling tingginya hanya 10 hingga 20 cm saja atau paling tinggi tak lebih dari semeter.
Subandono juga mengingatkan pentingnya rencana tata ruang wilayah menjadi dasar dari pembangunan, khususnya di kawasan pontensial bencana gempa dan Tsunami, sehingga diharapkan mampu meminimalkan risiko bencana. "Sayang sekali kalau kita sudah bangun kota dengan sebagus-bagusnya, tapi karena tsunami datang lagi, lalu kota kembali hancur, lalu kita harus membangunnya lagi," katanya.source
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar